Ultimate magazine theme for WordPress.

Terbentur Peraturan, Autonomous Ship Belum Bisa Diterapkan di Indonesia

0 259
Terbentur Peraturan, Autonomous Ship Belum Bisa Diterapkan di Indonesia
Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, SSiT., M.Mar, Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI)

Jakarta, Lensanews.co – Terbentur peraturan, Autonomous Ship yang menggunakan teknologi Marine Autonomous Surface Ships (MASS)  belum bisa diterapkan di Indonesia. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, SSiT., M.Mar, Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) mengungkapkan, perlu pertimbangan matang sebelum gunakan teknologi Marine Autonomous Surface Ships (MASS) di dunia maritime Indonesia.

“Teknologi kapal tanpa awak tersebut perlu dipikirkan secara matang penerapannya di Indonesia.  Karena masih membutuhkan kajian lebih lanjut terutama berhubungan dengan regulasi atau Undang Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran. Apakah kehadiran MASS tersebut telah sesuai dengan UU pelayaran tersebut,”ungkap Marcellus dalam keterangan persnya yang diterima Indonesiatiremag.com (26/09/2021).

Dalam Bab IV Pasal 8 ayat 1 ditegaskan ‘Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia.’ Lalu dalam ayat 2) dinyatakan ‘Kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia.

“Dalam Pasal 8 Ayat 1 dan ayat 2 UU Pelayaran tersebut jelas dituliskan diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia. Jika kapal tersebut dioperasikan oleh asing maka tidak diperbolehkan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang antar pulau, Teknologi MASS ini bertentangan dengan isi pasal ini” ungkapnya.

Selain itu tambah Capt. Hakeng masih berkaitan dengan UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, hal lain yang harus diperhatikan adalah soal pengawakan kapal. “Dalam Pasal 135 tertulis Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional. Apakah kehadiran autonomous nanti tidak menyalahi UU yang berlaku” tegasnya.

Disamping itu Capt. Hakeng juga menyodorkan isi dari Pasal 137 ayat 1 dimana disebutkan Nakhoda untuk kapal motor ukuran GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) atau lebih memiliki wewenang penegakan hukum serta bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan, dan ketertiban kapal, pelayar, dan barang muatan.

Pada Pasal 138 kata Capt. Hakeng  juga menjelaskan dalam ayat 1 bahwa Nakhoda wajib berada di kapal selama berlayar. Pada ayat 2 juga disebutkan Sebelum kapal berlayar, Nakhoda wajib memastikan bahwa kapalnya telah memenuhi persyaratan kelaiklautan dan melaporkan hal tersebut kepada Syahbandar. Dan pada Ayat 3 disebutkan Nakhoda berhak menolak untuk melayarkan kapalnya apabila mengetahui kapal tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

“Bagaimana tugas itu bisa dilaksanakan jika nahkoda tidak ada di kapal? Saya baru membahas keterkaitannya dengan UU Pelayaran, masih banyak aturan lain yang berkaitan langsung dengan pengawakan kapal yang berpotensi ditabrak oleh kehadiran MASS ini.” katanya.

Soal keamanan pelayaran juga perlu diperhatikan mengingat MASS tak ada awak. Bagaimana soal keamanan terhadap serangan terorisme misalnya. Atau pembajakan di tengah lautan. Bagaimanapun Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Ekonomi maupun Kedaulatan Energi Indonesia sangat bergantung kepada Kapal-Kapal yang melayari wilayah Indonesia karena Indonesia terdiri dari 17.499 pulau.

“Peristiwa pembajakan kapal laut ketika sedang melakukan pelayaran sampai saat ini masih acapkali terjadi. Itu yang dibajak ada awak kapalnya. Bagaimana bila tidak ada awak kapalnya? Bagaimana nasib para penumpangnya nanti? Belum lagi bila terjadi hal yang tidak diinginkan misalnya kebakaran di kapal” kata Capt Hakeng.(Itm01)

Leave A Reply

Your email address will not be published.