Ultimate magazine theme for WordPress.

Penggunaan Smart Mining Tumbuh 20 Persen Hingga 2027

0 127
Penggunaan Smart Mining Tumbuh 20 Persen Hingga 2027
Zaka L Tarigan,Technical Sales Support PT Phoenix Solusi Indonesia saat menjadi salah satu pembicara dalam webinar bertajuk Peluang Optimalisasi Teknologi Cerdas Guna Mendukung Produktivitas dan Efisiensi Operasi Pertambangan yang diselenggarakan Indonesia Tyre Magazine kerja sama dengan PT Phoenix Solusi Indonesia, (31/3/22).

Jakarta,Indonesiatiremag.com– Pasar global smart mining diprediksi akan tumbuh 20 persen hingga Tahun 2027. Pertumbuhan cukup signifikan terkait penggunaan smart mining juga terjadi di kawasan Asia Pasifik.

Demikian diungkapkan Zaka L Tarigan,Technical Sales Support PT Phoenix Solusi Indonesia saat menjadi salah satu pembicara dalam webinar bertajuk Peluang Optimalisasi Teknologi Cerdas Guna Mendukung Produktivitas dan Efisiensi Operasi Pertambangan yang diselenggarakan Indonesia Tyre Magazine kerja sama dengan PT Phoenix Solusi Indonesia, (31/3/22).

Dengan mengacu pada hasil riset Mordor Intelligence, Zaka menjelaskan tentang Global Smart Mining Market tentang pertumbuhan, trend, dampak dari covid-19 dan proyeksi tahun 2022 sampai 2027.

“Pasar pertambangan pintar (smart mining) bernilai USD9,27 miliar tahun 2021 dan diperkirakn akan mencapai puncaknya tahun 2027 dengan nilai sekitar USD28 miliar. Diperkirakan akan mencatat CAGR sebesar 20,62% dari tahun 2022 sampai 2027,”ungkap Zaka.

Semua kegiatan penambangan itu akan terkait dengan banyak proses mulai dari alokasi sumber daya peralatan kerja seperti ekskavator,dump truk, conveyor, transportasi logistik dan banyak lagi.

Untuk memastikan bahwa semuanya berjalan secara efisien dan selesai lebih cepat dari proses kompleks ini, menurutnya diperlukan sistem untuk menyederhanakan dan mengotomatiskannya.

Smart mining juga tumbuh cukup signifikan di Asia Pasifik. “Smart mining market growth untuk di Asia Pasifik termasuk yang pertumbuhannya sangat tinggi belum termasuk di Indonesia. Mungkin di negara lain seperti India, China dan Australia yang sudah lebih tinggi dari sisi pemanfaatan teknologinya,”pungkasnya.

Merujuk pada Mordor Intelligence ada beberapa hal yang dilihat seperti sistem kontrol, management aset, sistem keamanan dan pemantauan perangkat lunak. Ada software untuk manajemen data dan beberapa softaware lain seperti terkait pemanfaatan energi baru dan terbarukan dalam mendukung operasional pertambangan.

Menurut Zaka, penerapan smart mining dalam kegiatan operasional pertambangan terkait dengan beberapa tipe aset. Pertama, aset bergerak dan bermesin seperti alat berat, genset, popa dewatering, loader dan lain.

“Kita bisa mendapatkan datanya dari berbagai macam metode seperti dari CANBUS/MODBUS, perangkat pelacak dan sensor yang ada di alat seperti GPS, IoT, perangkat navigasi. Dari sana akan diperoleh informasi berupa jam kerja, kecepatan, lokasi kerja, operator, informasi terkait sensor, RPM, kondisi bahan bakar, tingkat produktivitas,”jelas Zaka.

Kedua, aset sumber daya seperti bahan bakar dan air yang penting untuk kegiatan operasi pertambangan. Beberapa alat ukur yang digunakan seperti automated tank gauge, flowmeter, sensor volume. Dari sana akan diperoleh informasi berupa volume yang tersedia, volume yang disalurkan dan kualitas serta kesesuaian dengan standar.

Aset ketiga terkait dengan SDM dimana informasinya diperoleh dari perangkat pelacak, smartphone,suar (Beacon). Informasi yang didapat bisa berupa jadwal kerja, lokasi kerja, akses terhadap lokasi lain, kondisi kesehatan dan status kelayakan kerja.

Informasi-informasi dari aset tersebut kemudian diteruskan ke terminal komunikasi dengan perangkat telekomunikasi seperti wi-fi,satelit atau perangkat lain ke system pengolahan data dan diteruskan ke pusat pemantauan operasional.

Data-data tersebut, lanjut Zaka lagi, akan dimanfaatkan untuk pembuatan rencana kerja, evaluasi kinerja aset, penjadwalan pemeliharan. Juga sebagai informasi ketersediaan, penilaian tingkat konsumsi, evaluasi kualitas dan pencegahan pelanggaran.

Data-data tersebut dapat digunakan pihak management SDM untuk pemantauan efektivitas kerja, perhitungan insentif, predictive maintainance, perlindungan dan penjaminan keselamatan.

Kendala

Meski demikian, menutut Zaka ada sejumlah kendala yang dihadapi saat menggunakan smart mining. Pertama, kegiatan pertambangan umumnya di daerah terpencil (remote area) yang tidak selalu terjangkau jaringan seluler. Jika menggunakan satelit agak mahal.

“Ke depan perlu dicari jalan keluarnya untuk dapatkan mengatasi kendala ini,”tandasnya.

Kedua, terkait integrasi data dimana dalam sebuah operasi tambang tidak menggunakan satu vendor seperti alat berat. Beberapa produsen alat berat seperti Caterpillar dan Komatsu yang menyiapkan untuk fleed management namun hanya akan bekerja di alatnya. Ketika pakai di tipe lain menjadi tidak berfungsi.

“Mungkin perlu dicarikan sistem yang bisa digunakan pada semua produk, multi perangkat dan multi brand,”ungkap Zaka.

Kendala lainnya terkait soal pengolahan data yang terhenti hanya sampai pada pemantauan kondisi aset. “Tidak dilanjutkan dengan aksi yang dapat dilakukan berdasarkan informasi yang dimiliki. Hal ini menyebabkan kurangnya nilai yang didapatkan implementasi teknologi yang dapat diterapkan,”tandas Zaka.

Sementara Direktur Eksekutif Asosiasi Usaha Jasa Pertambangan Indonesia (ASPINDO) Bambang Tjhayono menambahkan bahwa ada sejumlah tantangan dalam pemanfaatan teknologi dalam kegiatan operasional pertambangan. Mulai dari jaringan internet yang masih terbatas.

Kemudian juga keterbatasan-keterbatasan lain seperti terkait pemanfaatan kendaraan autonomous. “Pamanfaatan kendaraan autonomus di tambang batu bara tidak mudah karena jalan tambang di suatu pit sering berpindah. Tidak mungkin dalam seminggu atau sebulan harus pindah jalur,”terangnya.

Demikian juga dengan pemanfaatan kendaraan listrik dalam operasi tambang. Juga akan mengalami masalah atau kesulitan dalam mobilitasnya.

Sementara terkait dengan pertambangan pintar (smart mining) dalam konteks pertambangan Indonesia, Bambang menyebut sejumlah masalah. Menurutnya, jumlah kendaraan yang digunakan di pertambangan Indonesia banyak bahkan bisa mencapai ratusan.

Sementara software yang ditawarkan dari luar negeri sesuai dengan konteks pertambangan di sana yang jumlah kendaraannya tidak banyak, hanya puluhan.

“Aplikasinya hanya cocok untuk beberapa puluh. Ketika di Indonesia alatnya ratusan harus dilakukan penyesuaian, algoritma harus diubah. Kalau tidak mau mengubah maka tidak akan cocok diterapkan di Indonesia. Ini peluang untuk aplikasi yang dikembangkan sendiri oleh ahli di Indonesia,”ungkap Bambang.

Bambang juga menyebutkan penggunaan fleet management akan membantu secara khusus dalam mobilitas kendaraan operasional di tambang yang luas secara khusus terkait koordinasi. Bisa diatur dari control room.

“Dengan adanya alat control yang dipasang di truk, operator bisa mengetahui lokasi truk yang akan dioperasikannya. Karena tidak mungkin setiap awal operasi, truk berkumpul di satu tempat atau kembali ke pangkalan. Ada penyia-nyiaan waktu dan bahan bakar. Tetapi dengan perangkat tersebut di setiap mobil bisa diketahui lokasi truk,”pungkasnya. (Itm01)

Leave A Reply

Your email address will not be published.